Cat putih di dinding bangunan bagonjong dua lantai itu sudah kusam menguning. Selain dikepung oleh hiruk-pikuk pedagang segala macam kebutuhan, petak-petak toko di kedua lantai juga nyaris penuh. Padang Teater orang menyebutnya, di lantai satunya ada toko emas, sepatu, baju, tas, alat jahit dan sebagainya. Sedangkan di lantai dua ada taman bacaan, kios batu akik, tukang jahit dan tentunya jejeran salon-salon fenomenal yang masih menawarkan ‘pijatan di sekujur badan’.
Salon, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat dua penjelasan tentang kata itu. Pertama, salon berarti ruang atau kamar yang diatur dan dihias sebaik mungkin untuk menerima tamu yang datang dan sebagainya. Kedua, salon berarti tempat atau gedung tempat orang merawat kecantikan seperti merias muka, menata rambut dan lain sebagainya.
“Kalau saya tidak pernah cukuran (pangkas rambut) di sini. Biasanya hanya pergi pijat atau yang lain-lain. Nyaris tak pernah pula saya lihat orang ke sini untuk mencukur rambutnya,” ucap AF (28), seorang buruh bangunan yang mengaku sudah acap kali mampir ke salon-salon Padang Teater.
Dari penuturan AF, arti kata salon dalam KBBI sebagai tempat menanti tamu memang dapat dijumpai di setiap salon Padang Teater. Tapi arti salon lainnya, sebagai tempat merawat kecantikan seperti merias muka atau menata rambut nyaris tak terlihat dari aktifitas salon-salon di lokasi tersebut.
Sebagaimana penuturan AF, semua orang yang pernah tinggal di Kota Padang sudah tahu sama tahu tentang pelayanan macam apa yang ditawarkan salon-salon Padang Teater. Mulai dari pijat biasa, pijat plus-plus, sampai pijat sekujur badan pun ada. Jika anda laki-laki, lalu berkunjung ke Padang Teater untuk kali pertama, siap-siap saja saat tangan anda akan dielus dan bahkan ditarik oleh perempuan segala umur. Perempuan itu akan menawarkan servis yang akan menggoyahkan iman.
“Kalau untuk servisnya, saya sudah coba semuanya. Masalah harga tergantung negosiasi saja dan servis apa yang kita mau. Bisa Rp50 ribu, bisa pula sampai Rp150 ribu,” imbuh AF lagi.
Setelah mendengar cerita AF, Haluan lalu berkunjung ke lokasi yang dimaksud. Setelah melewati salah satu bank yang berkantor di sana, perjalanan berlanjut melewati satu persatu salon yang dimaksud, hingga sampai menuju gang-gang tempat puluhan salon menunggu pelanggan. Benar saja kata AF tadi, beberapa kali perempuan-perempuan dengan dandanan menor mendekat dan merayu, mengelus-elus tangan dan mengajak masuk ke dalam.
Rata-rata nama salon di Padang Teater diambil dari nama-nama perempuan yang terdengar familiar (sudah biasa didengar). Tapi uniknya, meskipun mereka tengah menawarkan jasa, tampilan luar ‘toko’ salon mereka menunjukkan nyaris tak ada niat dalam berusaha menawarkan jasa agar orang bersedia untuk singgah.
“Memang begitu modelnya, pintu rolingnya dua tapi hanya satu yang dibuka. Kursi untuk mencukur rambut pun hanya sebagai pajangan karena nyaris tak ada orang yang becukur di sini, begitupun dengan gunting, cermin dan lain sebagainya. Semua hanya pajangan, yang penting itu kamar darurat yang ada di dalam salon tersebut, lengkap pakai kasur,” lanjut AF yang ikut menemani saat berkeliling.
Perjalanan berhenti sejenak di salah satu kios batu akik yang berhadapan langsung dengan salah satu salon yang bahkan tak ada kursi, cermin dan alat potong rambut. Saat itu, dari jarak sekitar 100 meter, dua perempuan muda berpakaian ala kadarnya, duduk tak beraturan di kursi plastik, persis di depan pintu masuk ke salon mereka.
“Sinilah, sinilah,” ucap salah satu dari mereka sambil melempar senyuman manis. Jika ditaksir, umur gadis itu belumlah 20 tahun, dia terlihat masih sangat muda dibanding rekannya.
Tiba-tiba salah seorang pengunjung datang dan langsung masuk ke kamar di dalam salon, diikuti oleh salah seorang dari dua perempuan muda tadi. Sekitar 30 menit kemudian, pengunjung itu keluar dengan santai dan cuek, di belakangnya keluar pula si perempuan dengan lagak tak kalah santai. Gadis itu lalu menyulut sebatang rokok dan meneruskan percakapan dengan rekannya. “Itu, dia baru siap,” ucap AF lagi .
Tak lama kemudian, seorang perempuan paruh baya mendatangi dua perempuan muda tadi. Setelah berbincang beberapa saat, dua perempuan muda itu memberikan beberapa lembar uang kepada perempuan paruh baya, setelah perempuan muda itu menyisihkan bagian mereka. “Itu bosnya, yang punya usaha salon,” AF menjelaskan lagi. Tak lama kemudian, seorang pengunjung datang lagi, kali ini giliran perempuan muda satunya lagi yang melayani.
Seperti itulah keadaannya. Di lantai dua bangunan bagonjong yang dikenal dengan nama Padang Teater itu, telah lama terjadi praktik jual beli jasa pemuas nafsu, telah berkarat jadi panggung pijat seluruh badan. Semuanya sudah tahu, bahkan Pemerintah Kota (Pemko) Padang telah berulang kali menggusur, menertibkan dan menggeledah lokasi maksiat tersebut.
Tapi, penutupan salon hanya terjadi saat terjadi penertiban. Seolah-olah penyakit yang satu ini tak ada obatnya. Kalau dipikir dalam-dalam, terlihat miris sekali saat praktik pijat seluruh badan terus terjadi di bangunan dengan gonjong rumah gadang. ***
sumber: http://harianhaluan.com/index.php/khas/40180-salon-pijat-plus-plus-di-padang-teater-
Oleh: JULI ISHAQ PUTRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar