Jika sebelumnya jumlah pelaku LSL yang menempatkan diri sebagai perempuan (down) dan laki-laki (top) berimbang, maka saat ini kecenderungan pelaku LSL menempatkan diri sebagai down.
Akibat dari perubahan paradigma tersebut, terang Ketua Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia (PKVHI) Sumbar Katherina Welong, membuat para pelaku LSL yang berisiko HIV tersebut, berusaha mencari pelaku LSL baru yang kebanyakan dari usia produktif, untuk dijadikan pasangan lelakinya dalam berhubungan.
Oleh karena itu, Katherina mengajak setiap lapisan masyarakat, terutama keluarga, untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak. Sebab, jika seorang anak telah terlibat dalam aktivitas seksual LGBT, maka akan sulit untuk lepas dari perilaku tersebut. Setelah mencoba pertama karena dasar kondisi dan situasi tersebut, anak akan mulai merasa suka, dan kemudian menjadi ketagihan dan kebutuhan.
Sebagai konselor, kami fokus pada pendampingan perubahan perilaku itu, agar risiko penularan HIV-nya menurun. Data yang kami punya, hasil sinkronisasi dengan Kemkes dan Komisi Penanggulangan AIDS. Estimasi kami ada 5.000 LSL dengan usia paling tinggi itu 15 sampai 29 tahun,” kata Katherina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar