Sabtu, 13 Januari 2018

Sumbar Rumuskan Aksi Nyata Tangkal LGBT

  adminmesumpedia       Sabtu, 13 Januari 2018
 HARIANHALUAN.COM – Upaya penangkalan berkembangnya perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Sumatera Barat mulai mengerucut. Stakeholder terkait sepakat menolak perilaku LGBT karena bertentangan dengan nilai dan norma yang dianut masyarakat. Selanjutnya, tinggal bagaimana aksi nyata atas penolakan itu terwujud. Bisa dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda), merevisi Perda Anti Maksiat, atau instrumen hukum lainnya.

Wacana itu menjadi kesimpulan usai digelarnya Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan LGBT di Sumbar  yang digelar Pemerintah Provinsi (Pemprov) di Auditorium Gubernuran, Kamis (11/1). Seluruh stakeholder terkait mulai dari Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD Sumbar, alim ulama, niniak mamak, bundo kanduang, Dinas Kesehatan, konselor HIV/AIDS, perwakilan LSM, akademikus, insan pendidikan, dan perwakilan organisasi lainnya ikut terlibat dalam pertemuan tersebut.
Mewakili Pemprov Sumbar, Asisten II Setdaprov Sumbar Syafruddin menjelaskan, Pemprov sepakat untuk menentang perluasan perilaku LGBT di Sumbar, karena berdampak buruk terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, terutama mengingat salah satu dampak yang disebabkan perilaku ini adalah penularan HIV/AIDS. 
“Sebagaiman disampaikan Ketua MUI Sumbar Ustad Gusrizal tadi, kami sepakat menentang perluasan itu. Sekarang tinggal bagaimana semangat menentang itu ditularkan kepada seluruh masyarakat di Sumbar. Sebab, LGBT boleh dianggap sama dengan narkoba, keduanya sama-sama penyakit perilaku. Upaya penangkalannya, adalah upaya membangun ketahanan keluarga,” kata Syafruddin.
Setidaknya, lanjut Syafruddin, hingga Maret nanti sudah didapatkan kerangka jelas di provinsi dan kabupaten/kota untuk menindaklanjuti kesepakatan penangkalan perluasan LGBT di Sumbar. Oleh karena itu tim yang dibentuk melalui Balitbang untuk melakukan survei LGBT di Sumbar, serta pihak terkait lainnya, dapat memaksimalkan waktu yang ada untuk mengumpulkan data dan membahas langkah selanjutnya yang akan diambil.
 “Ada usulan membuat Perdanya, ada usulan merevisi Perda Anti Maksiat (Perda Nomor 11 Tahun 2010) dan memasukkan penangkalan LGBT di dalamnya, tapi itu perlu pengkajian lagi. Bappeda juga harus mengkaji ini, karena tentu ada penganggarannya. Setidaknya sampai Maret nanti kita sudah dapat informasi data yang akurat, sehingga lekas mengambil langkah meminimalisir keadaan yang terjadi,” katanya lagi.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Sumbar Hidayat dalam paparannya menyampaikan, ada kecenderungan masalah ekonomi ikut melatarbelakangi berkembangnya perilaku LGBT di Sumbar. Sebab itu, LGBT mesti menjadi masalah bersama, dan penangkalannya pun menjadi aksi yang harus dilakukan bersama.
“Sekarang masalahnya di action. Seluruh pihak sudah jelas sikapnya. Untuk itu regulasinya harus ada. Kalau tidak, tidak ada penganggaran. Kita punya Perda Anti Maksiat, apakah opsinya itu yang direvisi atau ada Perda baru. Dalam kondisi mendesak, boleh Program Pembentukan Perda (Propemperda) direvisi, sehingga tidak perlu menunggu tahun depan. Jika naskah akademik revisi Perda Anti Maksiat segera masuk, 2 atau 3 bulan bisa clear. Dan harus melibatkan masyarakat,” kata Hidayat.
Polisi Pamong Praja (Pol PP), lanjut Hidayat, juga bisa dimaksimalkan untuk bergerak melakukan pekerjaan ini, tapi tentu dengan adanya support yang jelas kepada satuan tersebut. Selain itu, Hidayat juga mengusulkan agar Masjid Raya Sumbar dalam pengelolaannya juga harus menyedikan pos tempat menyampaikan kegelisahan umat. Sehingga masyarakat tidak mencari jalan lain untuk curhat.
“Harus ada ahli agama yang standby mendengarkan masyarakat di Masjid Raya Sumbar. Ini bentuk penangkalan juga, dan bukti pemerintah hadir untuk masyarakat. Meski pun tidak Perda, deklarasi anti LGBT seluruh pihak secara bersama-sama juga bisa jadi opsi. Kami akan komunikasikan dengan kawan-kawan lain di DPRD,” tukuknya.
 Selain itu, beragam masukan juga disampaikan peserta rapat dalam Rakor Penanganan LGBT di Sumbar tersebut. Di antaranya, dalam aspek pendidikan, mengingat di mana saat ini 75 persen bobot pelajaran di sekolah adalah pelajaran ilmu pengetahuan umum, sedangkan pelajaran agama dan akhlak hanya mendapatkan bobot kurang dari 25 persen. Selain itu, pendidikan seks sejak usia dini juga harus diberikan.
Dalam kesempatan itu, Ketua Perhimpunan Konselor VCT HIV Sumatera Barat Katherina Welong juga mengatakan, informasi estimasi keberadaan lebih dari lima ribu Lelaki Seks Lelaki (LSL/Gay) di Sumatera Barat bukan angka yang berlebihan, karena hampir sesuai dengan data LSL yang melakukan konseling pada konselor VCT HIV di Sumatera Barat.
“Yang melakukan pemetaan LSL itu KPA. Estimasinya ada 5.000 kalau kita sinkronkan dengan data yang dikonseling konselor di kabupaten/kota, jumlahnya memang mendekati,” ungkapnya.
Data memprihatinkan itu patut menjadi perhatian, apalagi hasil rembuk dari para konselor, ditemukan perubahan paradigma pada pelaku seks menyimpang LSL. Banyak pelaku LSL yang berperan sebagai laki-laki dalam hubungan seks, kini berubah posisi menjadi perempuan.
“Melihat perubahan ini, bisa jadi sedang terjadi pengkaderan LSL. Mereka mencari anak-anak usia sekolah yang mengalami disorientasi seks agar mengisi peran sebagai top atau laki-laki dalam hubungan seks. Kalau anak-anak di posisi top, mereka tidak akan merasakan sakit. Ini yang meresahkan, dan patut dicegah agar anak-anak kita tidak masuk ranah itu,” ulasnya.
Bahkan, Kepala Poliklinik HIV RSUP M Jamil Padang, dr Armen Ahmad, SpPD, KPTI dengan terang benderang membeberkan, hampir di seluruh perguruan tinggi di Sumatera Barat terdapat mahasiswa LSL. Ketegasan itu dikemukakan karena perilaku seks menyimpang merupakan penyakit yang bisa diidap siapa saja tanpa membedakan kelas sosial atau tingkat pendidikan.
“Ada pasien konseling saya mengaku sudah berhubungan badan dengan 200 laki-laki. Itu dilakukan sejak masih kuliah sampai bekerja. Sekarang dia sudah meninggal,” tuturnya.
Menurut dr Armen, untuk pencegahan dini agar tidak terpapar perilaku LGBT, orang tua harus berperan aktif memberikan penjelasan terhadap anak.
“Dari kecil anak-anak harus diberi tahu. Caranya bukan dengan menjelaskan definisi LGBT, tapi memberikan pengertian bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain. Kalau sudah SMP baru dijelaskan apa itu LGBT,” ulasnya. (h/isq)
logoblog

Thanks for reading Sumbar Rumuskan Aksi Nyata Tangkal LGBT

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar